berbagi cerita membuka cakrawala

Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

Senin, 09 Desember 2019

Sepenggal Kisah Ke Pulau Lingga

Pagi itu, Arif menghubungiku untuk menanyakan kepastian keberangkatan kami, setelah sebelumnya dia mengirim file aplikasi yang akan kami presentasikan nanti. Seketika aku balas chatnya dengan konfirmasi kepastian berangkat.

Pagi ini hujan menyambut, seperti kemaren, sangat lebat. Jam menunjukkan pukul 6 pagi dan kami janjian ketemu di pelabuhan pukul 08.30 WIB.

Kupandangi anak pertamaku yang masih sangat pulas tidurnya, begitu juga dengan putri kecilku yang cantik, lelap sekali tidurnya.

Diantara gempuran hujan yang lebat, kuambil kembali selimutku dan mencoba memeluk anak pertamaku. Rasa kangen menghinggapi, karena selama seminggu kemaren aku meninggalkan mereka untuk mengikuti suatu pelatihan. Dan sekarang aku harus pergi lagi untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Waktu cepat sekali berputar, seolah baru kemaren aku menimangnya, menggendongnya dalam dekapan. Sekarang dia sudah tumbuh dan semakin tinggi badannya. Terima kasih Tuhan atas titipanmu yang sempurna ini.

Waktu sudah menunjukkan jam 7.30 pagi, suara istriku membangunkanku. Sambil mendekat dia menanyakan (tepatnya memastikan) jam berapa aku harus berangkat. Diantara sadar dan masih diawang-awang, aku jawab kalau kami harus berangkat ke lingga menggunakan ferry jam 09.30 dari pelabuhan punggur.

Segera aku bergegas membuka lemari dan mencari beberapa baju yang akan aku bawa, sambil minta tolong kepada istriku tercinta untuk membantu melipatkannya. Kemudian aku melaju ke kamar mandi untuk mandi, membersihkan badan dan mengumpulkan nyawa-nyawa yang masih belum terkumpul seutuhnya.

Sambil menghubungi kembali Arif untuk memastikan dia sudah dalam perjalanan ke pelabuhan. Aku agak sedikit hawatir dengan dia, karena semalaman penuh dia harus menyiapkan aplikasi yang harus kami demokan hari ini. Begitulah hidup seorang programer, malam jadi pagi dan pagi jadi malam, mirip seperti kalong. Hehehee.


Perjalanan Menuju Pelabuhan


Setelah semua ritual selesai, saatnya aku berangkat. Aspal jalan masih basah, bekas sisa-sisa hujan tadi, aku tancapkan gas motor dengan kecepatan penuh karena harus mengejar waktu supaya tidak ketinggalan kapal.

Cuaca yang awalnya cerah, secara cepat berubah menjadi mendung dan seketika hujan lebat pun turun. Tanpa pikir panjang, aku lawan air hujan yang tumpah ruah itu dengan sedikit mengurangi kecepatan motor.

Basah kuyup sekujur badan. Ah biarlah, demi sebuah integritas dan tanggung jawab gumamku dalam hati. Kupacu motor supra setengah tua itu menerjang tiap kucuran hujan menuju pelabuhan telaga punggur. Tak ku pedulikan lagi sepatu, baju dan jaket yang ku kenakan termasuk juga dompet dan peralatan selulerku. Nanti saja diurus setelah sampai pelabuhan pikirku.

Sesampainya di Pelabuhan, segera ku cari tempat penitipan motor untuk menginap. Telintas kebodohanku, kenapa tidak diantar saja tadi. Pasti tidak keluar uang parkir dan pasti tidak kena hujan. Ah, bodat lah. Seperti banyak kata pepatah, Memang penyesalan selalu datang diakhir. Kalau diawal namanya pendaftaran.

Segera ku hubungi Arif untuk menanyakan posisi dia dimana sambil aku bergegas berjalan ke ruang counter kapal. Ternyata Arif sudah menungguku disana. Alhamdulillah, dia beneran datang. Hilang sudah rasa dingin yang merasuk ke tubuh karena pakaian yang ku kenakan sudah sangat basah sekali.

Bersama-sama kami menuju ke counter penjualan tiket, dan kami pesan tiket untuk dua orang dengan tujuan Sei Tenam. Harga tiket perorang adalah Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah). Ku buka dompet yang sudah basah dan kuambil sembilan lembar uang lima puluh ribuan untuk membayar tiket kami berdua.

Setelah mendapatkan tiket, kami pun turun menuju ruang tunggu. Sesampainya di ruang tunggu, segera ku lepas jaketku yang sudah basah dan menuju ke toilet untuk menukar baju. Daripada seluruh badanku ngembang dan kedinginan, mending segera kuganti bajuku dengan yang masih kering dari dalam tas.

Sambil menunggu kapal, aku ajak Arif mendiskusukan beberapa hal yang berkaitan dengan tujuan keberangkatan kami. Baginya ini adalah trip untuk survey tempat ujian, karena dia sedang ikhtiar untuk mengikuti ujian Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Kabupaten Lingga. Syukurlah kalau dia tidak terbebani untuk keberangkatan ini, gumamku.

Sambil menunggu jadwal keberangkatan, ku pandangi sekitar, menurutku pelabuhan Telaga Punggur sekarang lebih nyaman dan tertib. Tidak seperti dulu. Selain bangunannya yang semakin bagus, fasilitasnya juga terawat.

Sistem keberangkatannya juga lebih terencana. Kami harus menunggu di ruang tunggu, kemudian 15 menit sebelum keberangkatan barulah kami dipanggil untuk menuju ke dermaga. Sehingga penumpang tidak menumpuk di dermaga. Bagus sih sistemnya.

Selain itu di pinggir dermaga juga tidak ada lagi penjual yang menjajakan aneka minuman dan makanan. Wah, ini yang menjadi petaka buatku. Aku belum sarapan, dan hanya minun setenggak air putih, itupun sesaat setelah bangun tidur subuh tadi.

Ah, petaka menurutku. Dengan waktu jelajah yang diperkirakan hampir empat jam dan mengarungi lautan lepas ini adalah musibah menurutku.

Sempat aku telusuri ujung dermaga, namun tak ku jumpai penjual makanan maupun minuman. Tak terbayang olehku, terombang ambing ditengah laut dalam keadaan menahan lapar.

Saat ku ketik cerita ini, ferry yang kami tumpangi sedang menurunkan dan menaikkan penumpang untuk ke tiga kalinya. Info yang kami dapatkan tinggal sekali pemberhentian lagi, tujuan kami tercapai.

Jam sudah menunjukkan pukul 12.16 WIB, artinya kami sudah menempuh waktu perjalanan sekitar 3 jam. Ah, nikmai sajalah gumamku sambil mencoba mengingat kembali memori-memori tadi sebelum kami berangkat menaiki kapal ini.

Ditengah kegalauanku yang sudah sangat lapar, Tuhan mengirim seorang perempuan patuh baya menenteng dua bungkus plastik besar. Kupandangi isinya dan berharap itu adalah makanan yang dijajakan. Alhamdulillah, benar.

"Nasi Lemak, Nasi Goreng, Mie Goreng" teriaknya.

Langsung ku sambut ibu itu dengan senyum suka cita. Satu bungkus nasi lemak ku pesan dan pikiran kelaparanku pun ambyar, sirna dan nerganti dengan pikiran kehausan. Karena ibu ini cuma jual makanan, tidak jual minuman. Ah..

Sambil menunggu masuk ke kapal, ku cari-cari semoga ada penjual minuman. Hampa, tak ku temukan. Dengan sedikit was-was bakal cegukan aku masuk kapal dan mencari tempat duduk.

"Kita duduk di kursi belakang saja, biar tidak terlalu kerasa guncangannya" ucap Arif.

Aku ikuti saja, karena dia lebih tahu soal kapal, setauku Bapaknya adalah pengusaha penyedia kapal juga.

Ku rebahkan badanku di kursi, sambil melihat seisi kapal yang akan membawa kami ke dunia baru, tempat yang sama-sama asing bagi kami. Kabupaten Lingga.

Sebenarnya tujuanku melihat isi kapal ini adalah memperhatikan berbagai faktor keamanan. Hal ini penting untuk prefentif diri, kalau di pesawat ada pramugari cantik yang menjelaskan, kalau di kapal ya cari tau sendiri. Hehehehe.

Selain melihat kelengkapan safety, aku juga mencari-cari dimana sumber air berada. Tidak mungkin aku makan namun tidak minum. Pikiranku melayang dan entah sudah berapa sendok nasi ku masukkan kedalam mulutku, demi memenuhi keinginan perut yang sudah tidak kondusif.

Ditengah nikmatnya nasi lemak darurat ini, kembali Tuhan memberikan rizki, seorang lelaki muda datang membawa keranjang dan meneriakkan Air, untuk menjajakan jualannya. Ah, Alhamdulillah. Tuhan maha menyayangi umatnya. Langsung ku pesan beberapa air minum untuk persediaan perjalanan. Terima kasih Tuhan atas nikmatmu. Tak ku risaukan lagi perjalanan berjam-jam ini. Karena stok makanan dan minuman sudah tersedia.

Hampir empat jam perjalanan bukanlah hal yang menyenangkan, bahkan cukup membosankan. Ku lihat perangkat selulerku, sinyal internet tidak ada, tapi dikartu satu lagi sinyalnya tinggi. Luar biasa memang jangkauan provider plat merah ini. Sayangnya paket internetku di kartu yang satunya.
Ku rebahkan badan, sambil memejamkan mata, ah masih lama juga perjalanan. Rasa bosan menghinggapi perjalanan ini. Aku bukan orang yang biasa membaca dalam perjalanan, karena akan membuat kepalaku pusing. Ah, apalah yang harus ku lakukan untuk mengisi kebosanan ini. Fasilitas kapal pun tidak dilengkapi TV, makin suramlah perjalanan empat jam ini.

Coba kuputar otakku yang sedang menahan pusingnya akibat goncangan kapal, lalu terlintaslah untuk menulis berbagai pengalaman selama perjalanan ini.

"Panjang sekali pak, sudah jadi pujangga bapak ini" celetuk Arif yang sedari tadi memperhatikanku menulis rangkaian paraggraf ini.

"Iya, hehehe" jawabku singkat.

Meskipun suara Arif juga tidak terlalu jelas ku dengar, karena suara mesin kapal hampir memekakkan telingaku.

Perjalanan empat jam, duduk dibelakang untuk menghindari kuatnya gelombang, malah mendekatkan ku dengan suara derungan mesin yang menderu-deru. Syukurlah Tuhan memberikan telinga ini kualitas terbaik, kalau produk Cina, entah jadi apa telinga ini.

Kapal mulai mengurangi kecepatan, sambil melihat ke kiri, ku tanyakan kepada pemuda yang duduk disampingku.

"Ini sudah mau sampai ya ?" Tanyaku.

"Bukan disini bang, masih di depan, tapi sudah mau sampe kok" jawabnya.
Tak lama, dia pun mengemas barang bawaannya dan menuju ke arah pintu keluar.

Waktu menunjukkan pukul 12.45 dan kapal mulai merapat ke dermaga sungai tenam. Maka waktunya ku akhiri cerita panjang perjalanan ke pulau lingga ini. Terima kasih sudah meluangkan waktu membaca jeritan perjalanan ini. Sampai jumpa di cerita berikutnya (jika sempat nulis lagi).


Seorang bapak (yang satu kapal dengan kami) sambil berjalan terburu mengingatkan kami, untuk sampai ke lokasi yang kami tuju maka kami harus naik mobil sewa dengan membayar Rp. 50.000,- per orang dengan perjalanan selama sekitar 1 jam. (Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Post Top Ad

Your Ad Spot