berbagi cerita membuka cakrawala

Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

Selasa, 10 Desember 2019

Sepenggal Kisah ke Pulau Lingga-Bagian 2

Sebuah mobil avanza hitam yang dikemudikan oleh seorang bapak yang usianya sudah cukup tua melaju menelusuri jalan berbukit dan berliku, membawa kami menjelajah pulau lingga. Ku perhatikan kanan kiri jalan hanya ada rimbunan pepohonan, bahkan sepanjang kami berjalan tidak ada mobil dari arah berlawanan yang berpapasan dengan kami.

Sangat lenggang sekali, sepi. Tak terbayangkan olehku sebelumnya, harus menyusuri jalan yang sunyi ini dengan waktu hampir sejam. Pikiranku melayang, dan berandai-andai. Namun satu hal yang sangat membuatku penasaran adalah alasan Raja-raja terdahulu menjadikan Lingga sebagai pusat kerajaan Melayu kuno.

Apa yang benar-benar tersimpan di bumi para Raja ini, gumamku dalam hati. Memang sih dulu di Lingga pernah berjaya ketika tambang timah masih ada, cuma kan itu dulu. Sekarang, bekas tambang itu malah jadi tempat buaya beranak pinak.

Masih dalam rasa penasaranku, terlihat dengan jelas gunung daik lingga. Satu-satunya gunung disini. Rasa takjub sepanjang perjalanan membuatku berdoa.

"Ya, Tuhan. Tetap jagalah alam Lingga ini". doaku dalam hati.

Alam yang asri, dipenuhi pepohonan yang hijau ini membuatku terharu. Hampir sudah jarang ku temui lagi di kota tempat tinggalku. Perjalanan ini membuatku merenung dan takjub dengan ke sabaran masyarakat disini. Entah apa penghasilan utama masyarakat disini untuk bertahan hidup turun temurun.

Untuk memecah kesunyian, aku mencoba membuka percakapan dengan Bapak supir yang membawa kami.

"Sudah lama Pak, bawa mobil begini ?" Tanyaku.

"Baru, beberapa bulan lah, lepas lebaran lalu" jawabnya sambil mengingat-ingat bulan pastinya.

Tak mau membebani pikirannya, ku sambut jawabannya dengan memastikan bahwa pekerjaanini baru dilakukannya kurang dari setahun, beliau pun menjawab iya.

Tak lama berselang, beliau melanjutkan percakapan.

"Dulu saya bawa boat, di pelabuhan sebelah, cuma sekarang sudah sepi jadi ganti bawa mobil ini" lanjutnya

Pernyataan itupun membuatku sedikit penasaran dengan omset hariannya dengan menjadi pengemudi angkutan umum ini.

"Dalam sehari, cume bisa bawa sekali trip, kadang malah tak dapat" jawabnya sambil mengendalikan mobil yang melintasi jalan menanjak dan berkelok.

Jadwal kapal yang bersandar dari Batam hanya sekali dalam sehari ditambah yang dari Tanjungpinang juga sekali dalam sehari. Tidak terbayang bagaimana Bapak ini mencukupi kebutuhan keluarganya.

Hampir 40menitan perjalanan, akhirnya kami memasuki daerah perumahan warga itu juga jarak antar rumah lumayan jauh, tidak serapat di Batam. Terlihat ada beberapa rumah yang disebelahnya terdapat kebun sebagai pembatas antar rumah. Sepintas seperti daun sirih.

"Itu tanaman daun sirih ya pak ?" Tanyaku penasaran.

"Bukan, itu merica putih" jawabnya lugas

" Dulu, waktu harga merica tinggi, berjaya mereka. Cuma sekarang harganya dah turon" lanjutnya

Mobil masih terus melaju, tentu dengan kecepatan sedang karena jalan yang kami susuri adalah jalan berliku, apalagi yang mengemudikan juga sudah tidak muda lagi. Tapi biarlah, yang penting kami bisa selamat sampai tujuan.

Cafe Friska, tempat kami berhenti. Sebuah rumah makan yang terdiri dari beberapa pondokan untuk makan sambil lesehan dan beberapa meja kursi untuk yang tidak ingin lesehan.

Ku letakkan tas yang berisi perlengakapan dan baju yang basah tadi, di sebuah kursi. Segera kusandarkan badan yang sedang menahan kepala pusing ini di sebuah kursi yang (sepertinya) agak rapuh.

Tanpa dikomando, seorang gadis muda yang berparas manis menghampiri kami, menyodorkan buku menu untuk kami pesan. Segelas jeruk hangat ku pilih untuk menghangatkan badan dan menstabilkan perut.

"Pesan minuman dulu ya mbak" ucapku sambil mengnecek perangkat selulerku. Memastikan keberadaan jaringan internet.

Alhamdulillah. Sinyal internet bisa tertangkap dengan baik meskipun tidak sebagus dirumah.

Waktunya berbagi kabar dengan keluarga. Pasti mereka sedikit cemas dengan perjalanan yang kami lalui hari ini. Sepanjang perjalanan empat jam tidak ada sinyal tentu membuatnya bertanya-tanya sudah sampai mana keberadaan kami.

Cafe Friska ini tidak terlalu besar namun lumayan ramai. Tempatnya juga bersih dan rapi. Cuman pelayannya terhitung banyak, bisa dipastikan tempat ini salah satu tujuan makan yang digemari warga sekitar.

Kami pun akhirnya memesan makanan, semangkuk tomyam ku pesan dan Arif memesan mie goreng seafood.

"Mitosnya, disini harga Ayam lebih mahal dibanding makanan seafood pak" celetuk Arif
Ku tanggapi seadanya saja, aku tak peduli dengan harga Ayam dan Seafood mitos itu. Bagiku yang penting makan, isi perut.

Tak berselang lama, pesanan kami pun datang. Ku lahap tanpa ampun semangkuk tomyam ini. Meskipun dari warna dan tekstrunya lebih mirip sop ikan hanya beda pedas dan masam ala tomyam saja.



Kuahnya berlimpah dengan taburan beberapa ekor udang. Seperti kerasukan, kuhabiskan semua isi mangkok hingga tak bersisa isinya, mangkuknya tidak sempat ku makan, karena keburu kenyang.

Setelah ritual isi perut selesai, tibalah saatnya menjawab rasa penasaran Arif tentang harga makanan kami. Aku bergegas ke kasir, setelah dihitung kami terperanga dengan harganya. Hampir tidak ada perbedaan di Batam, bahkan lebih murah untuk ukuran seperti yang kami makan tadi. Mitos terjawab.

Perjalanan kami selanjutnya adalah kantor dinas perikanan tangkap Kabupaten Lingga. Dua orang staff bidang perikanan tangkap membawa kami menuju kantor dimana mereka mengais rejeki setiap hari.

"Inilah gudang kami bang, selamat datang" ucapnya sambil menunjuk sebuah bangunan seperti rumah.

"Disinilah kami berkantor setiap hari, sebenarnya kantor kami di Senayang, cuma jauh, jadi kami lebih sering disini" lanjutnya menjelaskan kepada kami.

Ku balas senyum saja, karena bagiku itu bukan hal penting, saat ini yang penting adalah menyelesaikan pekerjaan dan mencari tempat tidur. Masih pusing kepala ini setelah perjalanan empat jam tadi.

Seluruh perlengkapan presentasi telah dipersiapkan oleh pegawai kantor. Proyektor telah dinyalakan, aku minta Arif melakukan konfigurasi laptopnya ke pryektor, karena hanya dia yang membawa perlengkapan presentasi dari kami.

Sayup-sayup ku dengar suara Arif, telingaku masih sedikit berdenging karena efek suara kapal yang selama empat jam memekakkan telingaku.

"Pak sudah siap apa belum ?" tanya Arif

"Ini sudah jam 7, kita sudah ditunggu untuk ke pelabuhan" lanjutnya.

Suara itu menyadarkanku yang sedari tadi asik menulis bait paragraf ini, sambil mengenang kejadian demi kejadian kemaren. Satu peristiwa yang membekas untuk dikenang. Hari ini kami harus bergegas ke pelabuhan lebih pagi. Kondisi alam yang masih terjaga, membuat udara pagi ini sangat sejuk. Segera kuambil handuk dan menyiapkan mental untuk menyentuh dinginnya air pagi ini.

Segera kuakhiri bait cerita ini, jika sempat akan aku lanjutkan cerita ini. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca cerita tidak penting ini. Mohon maaf jika terdapat kesalahan penulisan. Hehehe

"Pulau ini dikelilingi banyak meriam, bahkan didekat pelabuhan stenam terdapat bungker pertahanan laut" ucap bang Okta kepada kami. (Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Post Top Ad

Your Ad Spot